APA ITU PEMANASAN GLOBAL
"Panas
banget ya hari ini!” Seringkah Anda mendengar pernyataan tersebut terlontar
dari orang-orang di sekitar Anda ataupun dari diri Anda sendiri? Anda tidak
salah, data-data yang ada memang menunjukkan planet bumi terus mengalami
peningkatan suhu yang mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Selain makin
panasnya cuaca di sekitar kita, Anda tentu juga menyadari makin banyaknya
bencana alam dan fenomena-fenomena alam yang cenderung semakin tidak terkendali
belakangan ini. Mulai dari banjir, puting beliung, semburan gas, hingga curah
hujan yang tidak menentu dari tahun ke tahun. Sadarilah bahwa semua ini adalah
tanda-tanda alam yang menunjukkan bahwa planet kita tercinta ini sedang
mengalami proses kerusakan yang menuju pada kehancuran! Hal ini terkait
langsung dengan isu global yang belakangan ini makin marak dibicarakan oleh
masyarakat dunia yaitu Global Warming (Pemanasan Global). Apakah pemanasan
global itu? Secara singkat pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata permukaan
bumi. Pertanyaannya adalah: mengapa suhu permukaan bumi bisa meningkat?
PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL
Penelitian
yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan
bahwa ternyata makin panasnya planet bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah
kaca yang dihasilkan oleh aktifitas manusia. Khusus untuk mengawasi sebab dan
dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
membentuk sebuah kelompok peneliti yang disebut dengan International Panel on Climate
Change (IPCC). Setiap beberapa tahun sekali, ribuan ahli dan peneliti-peneliti
terbaik dunia yang tergabung dalam IPCC mengadakan pertemuan untuk
mendiskusikan penemuan-penemuan terbaru yang berhubungan dengan pemanasan
global, dan membuat kesimpulan dari laporan dan penemuan- penemuan baru yang
berhasil dikumpulkan, kemudian membuat persetujuan untuk solusi dari masalah
tersebut . Salah satu hal pertama yang mereka temukan adalah bahwa beberapa
jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita
alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca
tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh peternakan,
pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern,
peternakan, serta pembangkit tenaga listrik.
APA ITU GAS RUMAH KACA ?
Atmosfer
bumi terdiri dari bermacam-macam gas dengan fungsi yang berbeda-beda. Kelompok
gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat dikenal dengan istilah
“gas rumah kaca”. Disebut gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut
di atmosfer bumi mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi menahan
panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat, dengan
begitu tanaman di dalamnya pun akan dapat tumbuh dengan baik karena memiliki
panas matahari yang cukup. Planet kita pada dasarnya membutuhkan gas-gas
tesebut untuk menjaga kehidupan di dalamnya. Tanpa keberadaan gas rumah kaca,
bumi akan menjadi terlalu dingin untuk ditinggali karena tidak adanya lapisan yang
mengisolasi panas matahari. Sebagai perbandingan, planet mars yang memiliki
lapisan atmosfer tipis dan tidak memiliki efek rumah kaca memiliki temperatur
rata-rata -32o Celcius.
Kontributor
terbesar pemanasan global saat ini adalah Karbon Dioksida (CO2), metana (CH4)
yang dihasilkan agrikultur dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan
hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang
digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang
seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini
karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam
jaringannya ke atmosfer. Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan global
yang berbedabeda. Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari
CO2. Sebagai contoh sebuah molekul metana menghasilkan efek pemanasan 23 kali
dari molekul CO2. Molekul NO bahkan menghasilkan efek pemanasan sampai 300 kali
dari molekul CO2. Gas-gas lain seperti chlorofluorocarbons (CFC) ada yang
menghasilkan efek pemanasan hingga ribuan kali dari CO2. Tetapi untungnya
pemakaian CFC telah dilarang di banyak negara karena CFC telah lama dituding
sebagai penyebab rusaknya lapisan ozon.
APA
PENYEBAB UTAMA PEMANASAN GLOBAL ?
Dalam laporan PBB (FAO) yang
berjudul Livestock's Long Shadow: Enviromental Issues and Options (Dirilis
bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan adalah penghasil
emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan
emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). Emisi gas
rumah kaca industri peternakan meliputi 9 % karbon dioksida, 37% gas metana
(efek pemanasannya 72 kali lebih kuat dari CO2), 65 % nitro oksida (efek
pemanasan 296 kali lebih kuat dari CO2), serta 64% amonia penyebab hujan asam.
Peternakan menyita 30% dari seluruh permukaan tanah kering di Bumi dan 33% dari
area tanah yang subur dijadikan ladang untuk menanam pakan ternak. Peternakan
juga penyebab dari 80% penggundulan Hutan Amazon.
Sedangkan laporan yang baru saja
dirilis World Watch Institut menyatakan bahwa peternakan bertanggung
jawab atas sedikitnya 51 persen dari pemanasan global.
Penulisnya, Dr. Robert Goodland,
mantan penasihat utama bidang lingkungan untuk Bank Dunia, dan staf riset Bank
Dunia Jeff Anhang, membuatnya berdasarkan “Bayangan Panjang Peternakan”,
laporan yang diterbitkan pada tahun 2006 oleh Organisasi Pangan dan Pertanian
PBB (FAO). Mereka menghitung bidang yang sebelumnya dan memperbarui hal
lainnya, termasuk siklus hidup emisi produksi ikan yang diternakkan, CO2 dari
pernapasan hewan, dan koreksi perhitungan sebenarnya yang menghasilkan lebih
dari dua kali lipat jumlah hewan ternak yang dilaporkan di planet ini.
Emisi metana dari hewan ternak juga
berperan sebesar 72 kali lebih dalam menyerap panas di atmosfer daripada CO2.
Hal ini mewakili kenaikan yang lebih akurat dari perhitungan asli FAO dengan
potensi pemanasan sebesar 23 kali. Meskipun demikian, para peneliti itu
memberitahu bahwa perkiraan mereka adalah minimal, dan karena itu total emisi
51 persen masih konservatif.
Pemanasan global adalah adanya
proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu
rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32
°F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia”[1] melalui efek rumah
kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah
dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan
tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan
oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga
6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka
perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai
emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas
iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode
hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus
berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca
telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global
diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya
permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2]
serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global
yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan
punahnya berbagai jenis hewan. Beberapa hal-hal yang masih diragukan para
ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa
depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut
akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih
terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan
yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut
atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian
besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi
Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
EFEK RUMAH KACA
Segala sumber energi yang terdapat
di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi
gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan
Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan
Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian
dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang
menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan
suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi
sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi
gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat
dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet
ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59
°F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula,
jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi
seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
EFEK UMPAN BALIK
Anasir
penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik
yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus
pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada
awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena
uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan
menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan
konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila
dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini
meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir
konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan
balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang
panjang di atmosfer.
Efek
umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila
dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke
permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat
dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra
merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya
menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail
tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit
direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila
dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim
(sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan
IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua
bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah
pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke
Empat.[3]
Umpan
balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo)
oleh es.[4] Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub
mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es
tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air
memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan
es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan
menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi
suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan
balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan.
Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan
balik positif.
Kemampuan
lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini
diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga
membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap
karbon yang rendah.
PERINGATAN TENTANG PENYEBAB UTAMA
PEMANASAN GLOBAL
Pada tahun 2006, PBB melaporkan bahwa peternakan menghasilkan
emisi rumah kaca lebih banyak dari yang dihasilkan seluruh gabungan mobil dan
truk di seluruh dunia. Pejabat senior Organisasi Pertanian dan Pangan PBB
Henning Steinfield melaporkan bahwa industri daging merupakan “salah satu
penyumbang yang paling signifikan bagi masalah lingkungan hidup yang paling
serius hari ini.”
TANDA
PERINGATAN
Antartika
mengalami pencarian es yang dramatis sama halnya dengan Arktik di musim panas
yang lalu. Setelah melihat neraca pencarian es Antartika di bulan Januari 2008,
Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg menyatakan, “Lonceng tanda bahaya
berbunyi. Sangat tidak bertanggung jawab jika para pembuat keputusan tidak
mengindahkan tanda bahaya ini.” Penemuan
dari riset oleh Hans von Storch, pemimpin dari Institut Riset Pantai di Jerman
GKSS memberikan indikasi pemanasan di Laut Baltik yang sangat tinggi dan tidak
seperti biasanya.
Masyarakat Ilmuwan Bumi dan Antariksa terbesar di dunia, Persatuan Geofisika Amerika (AUG), telah menyiarkan pernyataan yang mengidentifikasi aktivitas manusia sebagai penyebab pemanasan global.
Ilmuwan menemukan bahwa hutan dan laut telah melebihi kapasitas, tidak dapat menyerap emisi lebih banyak lagi, ini berarti peningkatan suhu akan semakin cepat. Dengan suhu global meningkat 1,4 derajat dan terus meningkat, John Holdren, seorang ilmuwan kebijaksanan pemerintah dari Universitas Harvard berkata, peningkatan 3,6-4,5 derajat akan menjadikan Bumi menerima “dampak perubahan iklim yang tidak dapat ditolerir dan tidak dapat dikelola.”
Dalam riset 20 tahun yang dilakukan oleh Universitas Helsinki, musim dingin sekarang dapat mengurangi kemampuan hutan di belahan Bumi bagian utara dalam menyerap emisi gas rumah kaca. Pemimpin Riset Timo Vesala berkomentar, “Ini berarti efek pemanasan yang lebih besar.” Pemanasan global menjadikan gletser di China menurun 7% setiap tahun, efeknya dapat menghancurkan 300 juta orang yang tergantung kepada glasier sebagai sumber air.
Masyarakat Ilmuwan Bumi dan Antariksa terbesar di dunia, Persatuan Geofisika Amerika (AUG), telah menyiarkan pernyataan yang mengidentifikasi aktivitas manusia sebagai penyebab pemanasan global.
Ilmuwan menemukan bahwa hutan dan laut telah melebihi kapasitas, tidak dapat menyerap emisi lebih banyak lagi, ini berarti peningkatan suhu akan semakin cepat. Dengan suhu global meningkat 1,4 derajat dan terus meningkat, John Holdren, seorang ilmuwan kebijaksanan pemerintah dari Universitas Harvard berkata, peningkatan 3,6-4,5 derajat akan menjadikan Bumi menerima “dampak perubahan iklim yang tidak dapat ditolerir dan tidak dapat dikelola.”
Dalam riset 20 tahun yang dilakukan oleh Universitas Helsinki, musim dingin sekarang dapat mengurangi kemampuan hutan di belahan Bumi bagian utara dalam menyerap emisi gas rumah kaca. Pemimpin Riset Timo Vesala berkomentar, “Ini berarti efek pemanasan yang lebih besar.” Pemanasan global menjadikan gletser di China menurun 7% setiap tahun, efeknya dapat menghancurkan 300 juta orang yang tergantung kepada glasier sebagai sumber air.
Telaga
di Arktik yang telah menjadi bagian dari lanskap selama 6.000 tahun telah
kering karena musim panas di Arktik yang lebih panjang. Naiknya permukaan air
laut dan badai besar yang disebabkan oleh pemanasan global dapat menyebabkan
tersapunya beberapa situs Warisan Dunia UNESCO di Irlandia. Ahli Meteorologi di stasiun riset Troll
Norwegia di Antartika berkata bahwa karbon di atmosfer telah mencapai rekor
tertinggi. Efek-efek dari pemanasan global dapat membuat suhu lautan menghangat
yang menyebabkan terjadinya “zona mati” di lautan. Ahli Geologi Inggris dari
Universitas Leicester berkata bahwa perubahan lingkungan hidup karena naiknya
populasi manusia dan industrialisasi besar-besaran membuat era pra-industri Bumi
Holocene telah berakhir dan sekarang memasuki era baru yang disebuth
Anthropocene.
GAS-GAS BERACUN
Sebuah laporan yang pertama kali dipublikasikan pada
tahun 2005 menyebutkan bagaimana gas-gas beracun menyembur keluar dari lautan
dalam yang telah menyebabkan hilangnya lapisan ozon 250 juta tahun yang lalu. Program Lingkungan PBB melaporkan
munculnya lebih dari 200 “zona mati” karena kehabisan oksigen di lautan. Munculnya bakteri-bakteri jenis baru
menghasilkan gas hidrogen sulfida yang mematikan bagi semua kehidupan laut di
Bumi kita. Dua penyebabnya termasuk hasil
pembuangan dari pabrik-pabrik, penyubur, dan pembuangan pertanian yang juga
mengakibatkan gangguan pada arus air dan cuaca, yang semuanya juga
mengakibatkan pemanasan global. “Zona mati” di lautan yang disebabkan oleh pemanasan
global menghasilkan tidak adanya kehidupan akibat hilangnya oksigen dan
terlepasnya hidrogen sulfida, sebuah gas yang beracun. Salah satu contoh zona mati berada di Samudra Pasifik dekat pesisir Oregon,
Amerika Serikat, yang ukurannya telah menjadi empat kali lipat pada tahun
terakhir ini. Lainnya adalah di dekat pesisir Namibia, Afrika, dimana jutaan
ikan mati pada saat adanya kejadian gas hidrogen
sulfida menyembur dari dasar laut
yang tidak terdeteksi.
Sehubungan dengan perikanan liar dan hilangnya puluhan juta ikan sarden yang sangat penting, air-air di pesisir barat daya Afrika penuh dengan sebuah gas beracun yang menyembur dari dasar samudra untuk membunuh kehidupan laut dengan luas yang melebihi negara bagian New Jersey Amerika Serikat, dan memperburuk dampak pemanasan global.
Sehubungan dengan perikanan liar dan hilangnya puluhan juta ikan sarden yang sangat penting, air-air di pesisir barat daya Afrika penuh dengan sebuah gas beracun yang menyembur dari dasar samudra untuk membunuh kehidupan laut dengan luas yang melebihi negara bagian New Jersey Amerika Serikat, dan memperburuk dampak pemanasan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar